BANDA ACEH - Pemerintah diminta untuk mengalokasikan dana secara khusus ke desa melalui Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN), untuk mempercepat pembangunan di tingkat desa.
Permintaan itu adalah salah satu kesimpulan diskusi uji publik Naskah Akademik dan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Desa yang dilaksanakan di aula Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Darussalam, Banda Aceh.
Uji publik itu digelar atas kerjasama Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dan Fakultas Hukum yang menghadirkan pembicara dari akademisi, pejabat pemerintah provinsi Aceh, tokoh adat dan keuchik. Turut hadir 10 anggota Komite I DPD RI dan puluhan peserta dan berbagai kalangan di Aceh.
“Pemerintah harus mengalokasikan dana khusus dalam APBN tiap tahun kepada desa sebagai sumber pendapatan utama desa atau kalau di Aceh disebut gampong,” kata Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Aceh, M. Ali Basyah di Banda Aceh, Selasa (17/5/2011).
Dana alokasi desa itu, menurut dia, bisa dipergunakan untuk belanja pegawai berupa gaji atau tunjangan kepala desa dan perangkatnya, biaya operasional, pembangunan sarana dan prasarana desa serta membiayai kebutuhan layanan dasar masyarakat. Para kepala desa yang diberi kesempatan menyampaikan pendapatnya dalam kegiatan itu juga berharap, dalam RUU tentang Desa usulan DPD RI dimasukkan alokasi dana desa. Dengan begitu, desa bisa membangun dirinya sebagai pemerintahan terbawah dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Apalagi sumber dana desa selama ini lebih banyak berasal dari gotong royong.
Rektor Unsyiah, Darni M. Daud mengatakan alokasi dana secara khusus untuk desa penting karena desa adalah ujung tombak negara dan kalau berbicara tentang kesejahteraan rakyat, maka tempatnya adalah di desa.
“Tetapi, gaji kepala desa di beberapa daerah hanya Rp.500 ribu. Rasanya kurang tepat dan tak layak dihargai sebesar itu kalau dibandingkan dengan tanggung jawab mereka yang begitu besar. Jadi, alangkah lebih baik kalau kita memberi penghargaan kepada pimpinan desa,” katanya.
Darni juga mengharapkan kepada para anggota DPD RI yang menyusun draf RUU itu agar memperjuangkan gaji keuchik atau kepala desa yang layak dengan memasukkan pendanaan untuk ke dalam APBN.
Anggota DPD asal Aceh, HT. Bachrum Manyak, di sela-sela kegiatan uji publik itu kepada wartawan mengatakan pihaknya akan berusaha keras memperjuangkan alokasi dana khusus desa untuk dimasukkan dalam RUU tentang Desa usulan DPD tersebut.
“Sudah saatnya pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat desa untuk mengelola dananya secara khusus. Saya yakin kalau hal itu terwujud, maka desa-desa di Indonesia dengan kearifan lokal yang dimiliki tiap daerah akan cepat berkembang ke arah lebih baik,” kata Bachrum.
Sekda Aceh, T Setia Budi, ketika membuka uji publik itu mengharapkan RUU tentang Desa tidak lagi mempolakan desa serentak seperti di masa Orde Baru karena kalau diseragamkan. “Kalau diseragamkan kami khawatir akan menghilangkan keberagaman desa dengan kearifan lokal setiap daerah,” ujarnya.
Permintaan itu adalah salah satu kesimpulan diskusi uji publik Naskah Akademik dan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Desa yang dilaksanakan di aula Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Darussalam, Banda Aceh.
Uji publik itu digelar atas kerjasama Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dan Fakultas Hukum yang menghadirkan pembicara dari akademisi, pejabat pemerintah provinsi Aceh, tokoh adat dan keuchik. Turut hadir 10 anggota Komite I DPD RI dan puluhan peserta dan berbagai kalangan di Aceh.
“Pemerintah harus mengalokasikan dana khusus dalam APBN tiap tahun kepada desa sebagai sumber pendapatan utama desa atau kalau di Aceh disebut gampong,” kata Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Aceh, M. Ali Basyah di Banda Aceh, Selasa (17/5/2011).
Dana alokasi desa itu, menurut dia, bisa dipergunakan untuk belanja pegawai berupa gaji atau tunjangan kepala desa dan perangkatnya, biaya operasional, pembangunan sarana dan prasarana desa serta membiayai kebutuhan layanan dasar masyarakat. Para kepala desa yang diberi kesempatan menyampaikan pendapatnya dalam kegiatan itu juga berharap, dalam RUU tentang Desa usulan DPD RI dimasukkan alokasi dana desa. Dengan begitu, desa bisa membangun dirinya sebagai pemerintahan terbawah dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Apalagi sumber dana desa selama ini lebih banyak berasal dari gotong royong.
Rektor Unsyiah, Darni M. Daud mengatakan alokasi dana secara khusus untuk desa penting karena desa adalah ujung tombak negara dan kalau berbicara tentang kesejahteraan rakyat, maka tempatnya adalah di desa.
“Tetapi, gaji kepala desa di beberapa daerah hanya Rp.500 ribu. Rasanya kurang tepat dan tak layak dihargai sebesar itu kalau dibandingkan dengan tanggung jawab mereka yang begitu besar. Jadi, alangkah lebih baik kalau kita memberi penghargaan kepada pimpinan desa,” katanya.
Darni juga mengharapkan kepada para anggota DPD RI yang menyusun draf RUU itu agar memperjuangkan gaji keuchik atau kepala desa yang layak dengan memasukkan pendanaan untuk ke dalam APBN.
Anggota DPD asal Aceh, HT. Bachrum Manyak, di sela-sela kegiatan uji publik itu kepada wartawan mengatakan pihaknya akan berusaha keras memperjuangkan alokasi dana khusus desa untuk dimasukkan dalam RUU tentang Desa usulan DPD tersebut.
“Sudah saatnya pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat desa untuk mengelola dananya secara khusus. Saya yakin kalau hal itu terwujud, maka desa-desa di Indonesia dengan kearifan lokal yang dimiliki tiap daerah akan cepat berkembang ke arah lebih baik,” kata Bachrum.
Sekda Aceh, T Setia Budi, ketika membuka uji publik itu mengharapkan RUU tentang Desa tidak lagi mempolakan desa serentak seperti di masa Orde Baru karena kalau diseragamkan. “Kalau diseragamkan kami khawatir akan menghilangkan keberagaman desa dengan kearifan lokal setiap daerah,” ujarnya.
0 komentar:
Post a Comment